Rabu, 27 April 2011

Tak Ada Judul !!!

Di suatu pagi ketika matahari belum mau menunjukkan batang hidungnya, aku terbangun dari belajar kematian. Air yang terasa dingin menusuk kulit tidak membuatku berpaling kepada ilahi. Penguasa Dunia yang pernah aku caci, hujat dan aku tolak akan keberadaanNya.

Laptop hitam bertuliskan axioo mulai kunyalakan setelah aku bersujud kepada Tuhan, laptop yang sudah membuatku menjadi seorang Sarjana di salah satu perguruan tinggi negeri ternama Yogyakarta. Universitas yang membuat diriku untuk selalu berpikir tentang apa itu hakikat kehidupan.

Kehidupan yang dinamis dan berliku menjadi titik awal perjalanan kehidupanku. Semua berawal dari sini, ketika aku merasakan akan pahit manisnya hidup di kampus biru tercinta.

Semua itu berawal dari aku menginjakkan kaki di sebuah fakultas jagad raya dengan jurusan kehidupan. Di situlah aku mulai diajarkan untuk selalu berpikir skeptis. Pemikiran yang pernah aku dapatkan ketika aku masih duduk di bangku kuliah semestar awal yaitu ketika seorang bocah dicekoki doktrin-doktrin baru.

Terlepas dari semuanya itu, ketika di akhir Februari 2010, gedung Graha Sabha Pramana menjadi saksi bisu dimana aku dan 1700 wisudawan lainnya merayakan kemenangan puncaknya . Perayaan yang menjadi sebuah kebanggaan buat diriku dan kedua orangtuaku.

Hal yang tidak pernah bisa aku bayangkan ketika masih berstatus mahasiswa. Kebahagian begitu saja muncul dari dalam diri karena memang senyatanya, perjalanan hidupku cukup mengalami ‘asinnya garam dan dalamnya lautan’.

Banyak orang mengatakan ini adalah proses terbentuknya kedewasaan. Tetapi aku lebih suka mengatakan hal itu sebagai sebuah takdir yang sudah ditulis oleh ilahi. Karena menurutku,”menjadi Tua itu pasti, menjadi dewasa adalah pilihan tanpa pengalaman tersebut aku tidak hadir di dunia.

Aku dilahirkan di sebuah keluarga yang sangat taat beragama, dogma dan doktrin agama mulai melekat di otakku sejak aku memasuki dunia pendidikan sekolah dasar. Pemikiran religius yang radikal dan fundamental mengisi hari-hariku, sampai pada akhirnya kuhapus ekslusivitas dengan sebuah alat yang kuberi nama “keraguan”

Semua hal sepele dan besar tentang-Nya selalu mulai aku ragukan kebenarannya, ketika itu aku meragukan tentang apa itu yang disebut dengan keadilan yang diberikannya. Aku mulai bertanya kepada orang-orang alim tentang-Nya, jika sang pencipta itu adil kenapa harus ada kekerasan, kemiskinan. Tetapi jawaban mereka tidak sampai dalam pemikiranku yang positivis. Mulai saat itulah pemahamanku tentang Tuhan berbeda dengan ajaran-ajaran agama yang sah di Indonesia.

Sekitar awal 2010 pintu keimanan mulai terketuk dan aku mulai menyadari dan mensyukuri segala yang dikaruniakan oleh pencipta. Ternyata apa yang aku pikirkan semua itu salah. Mulai saat itu, bagiku ajaran agama bukanlah sebuah teori yang bisa dibantah dan difalsifikasi, melainkan agama merupakan sebuah keyakinan dan keyakinan tersebut harus dituangkan dalam amalan-amalan yang dijalankan.

Sejenak setelah aku bersujud kepada sang ilahi, terlintas dalam pikiranku tentang hal yang membuat diriku berubah. Banyak hal yang membuat diriku menjadi seperti sekarang. Tinta hitam, kuning, merah dan putih tergores acak di atas kertas kehidupanku.

Aku mulai mengenal apa itu yang disebut lembah hitam. Lembah yang berisikan pohon-pohon lebat sehingga cahaya matahari enggan mendarat ke tanah. Lembah yang berisikan dengan kehidupan hedonis dan oportunis. Kenikmatan menjadi kiblat mereka dan kebahagiaan menjadi Tuhan mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar